Powered By Blogger

Rabu, 20 Mei 2015

Genjer Genjer



Genjer-genjer nong kedokan pating keleler
Genjer-genjer nong kedokan pating keleler
Emak'e thole teko-teko mbubuti genjer
Emak'e thole teko-teko mbubuti genjer
Ulih sak tenong mungkur sedhot sing tolah-toleh
Genjer-genjer saiki wis digowo mulih

Genjer-genjer esuk-esuk didol ning pasar
Genjer-genjer esuk-esuk didol ning pasar
Dijejer-jejer diuntingi podho didhasar
Dijejer-jejer diuntingi podho didhasar
Emak'e jebeng podho tuku nggowo welasah
Genjer-genjer saiki wis arep diolah

Genjer-genjer mlebu kendhil wedang gemulak
Genjer-genjer mlebu kendhil wedang gemulak
Setengah mateng dientas yo dienggo iwak
Setengah mateng dientas yo dienggo iwak
Sego sak piring sambel jeruk ring pelonco
Genjer-genjer dipangan musuhe sego


Bagi yang mengalami peristiwa gestapu, atau dalam sejarah yang dibuat oleh penguasa Orba disebut Pemberontakan PKI 30 September 1965, pasti mengetahui syair lagu Genjer genjer. Lagu yang menurut saya merupakan salah satu lagu legendaris negeri ini. Lagu yang pada awalnya dibuat untuk menyemangati rakyat dan pada akhirnya dipolitisasi menjadi lagu "musuh" rakyat, ironis memang jika kita melihat dari sudut pandang sastra dan seni.
Pada sekitar tahun 1942, berkembang lagu Kesenian Angklung yang terkenal berjudul “Genjer-Genjer”. Syair lagi ini diciptakan oelh M. Arif, seorang seniman pemukul alat instrumen Angklung. Berdasarkan keterangan teman sejawat almarhum Arif, lagu Genjer-Genjer itu diangkat dari lagu dolanan yang berjudul “Tong Alak Gentak”. Lagu rakyat yang hidup di Banyuwangi itu, kemudian diberi syiar baru seperti dalam lagu genjer-genjer. Syair lagu Genjer-Genjer dimaksudkan sebagai sindiran atas masa pendudukan Jepang ke Indonesia. Pada saat itu, kondisi rakyat semakin sesangsara dibanding sebelumnya. Bahkan ‘genjer’ (Limnocharis flava) tanaman gulma yang tumbuh di rawa-rawa sebelumnya dikosumsi itik, namun menjadi santapan yang lezat akibat tidak mampu membeli daging. Menurut Suripan Sadi Hutomo (1990: 10), upaya yang dilakukan M Arif sesuai dengan fungsi Sastra Lisan, yaitu sebagai kritik sosial, menyidir penguasa dan alat perjuangan.
Setelah kemerdekaan Indonesia, lagu "Genjer-genjer" menjadi sangat populer setelah banyak dibawakan penyanyi-penyanyi dan disiarkan di radioIndonesia. Penyanyi yang paling dikenal dalam membawakan lagu ini adalah Lilis Suryani dan Bing Slamet. Sangking terkenalnya bahkan kemudian muncul pengakuan dari Jawa Tengah, bahwa lagu Genjer-Genjer ciptaan Ki Narto Sabdo seorang dalang kondang. Dalam sebuah tulisannya Hersri Setiawan, memberikan penjelasan tentang asal-muasal hingga lagu Genjer-Genjer menjadi terkenal.
Pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966), Partai Komunis Indonesia (PKI) melancarkan kampanye besar-besaran untuk meningkatkan popularitas. Lagu ini, yang menggambarkan penderitaan warga desa, menjadi salah satu lagu propaganda yang disukai dan dinyanyikan pada berbagai kesempatan. Akibatnya orang mulai mengasosiasikan lagu ini sebagai "lagu PKI".
Peristiwa Gerakan 30 September pada tahun 1965 membuat rezim Orde Baru yang anti-komunisme melarang disebarluaskannya lagu ini. Menurut versi TNI, para anggota Gerwanidan Pemuda Rakyat menyanyikan lagu ini ketika para jendral yang diculik diinterogasi dan disiksa. Peristiwa ini digambarkan pada film Pengkhianatan G 30 S/PKI besutan Arifin C. Noer.
Dalam serangkaian peristiwa tragedi pembantaian komunis oleh TNI dan pendukung Orde Baru tahun 1965 – 1966 di Indonesia, Muhammad Ariefpencipta lagu "Genjer-genjer" meninggal dibunuh akibat dianggap terlibat dalam organisasi massa onderbouw PKI.
Setelah berakhirnya rezim Orde Baru pada tahun 1998, larangan penyebarluasan lagu "Genjer-genjer" secara formal telah berakhir. Lagu "Genjer-genjer" mulai beredar secara bebas melalui media internet. Walaupun telah diperbolehkan, masih terjadi beberapa kasus yang melibatkan stigmatisasi lagu ini, seperti terjadinya demo sekelompok orang terhadap suatu stasiun radio di Solo akibat mengudarakan lagu tersebut. pasca kejatuhan soeharto,Genjer-genjer kembali populer bahkan group band reage asal jogjakarta telah mempopulerkan lagu tersebut kembali. Lagu Genjer-Genjer juga digunakan sebagai opening song dan ending song dalam serial dokumenter "40 years of silence" yang memuat sejumlah kesaksian mengenai tahun 1965-1966.
Lagu ini semakin menantang saya untuk terus menggali bagian bagian sejarah yang hilang, bukan untuk mencari siapa yang salah, namun untuk masa depan yang lebih baik, saya dan kita semua harus memulai untuk jujur pada diri sendiri dan pada sejarah bangsa ini.