Powered By Blogger

Minggu, 07 September 2014

ARSY

at office
13:48

'ARSY , tempat yang dipercaya oleh umat muslim sebagai "singgasana" ALLAH adalah sebuah kepercayaan yang sakral dan abstrak. Keberadaannya dapat kita buktikan secara logis, namun dimana keberadaannya, hanya ALLAH yang tahu. Jika kita membahas mengenai kata "tempat", tentunya adalah sebuah materi yang tidak terlepas dari ruang dan waktu, lalu bagaimana hubungannya dengan ALLAH yang maha SEMPURNA ??? Dalam bahasa sederhananya, ketika kita menggambarkan bahwa Allah ada diatas ‘Arsy, maka seperti apakah itu ? Ketika kita menyatakan bahwa Allah lebih dekat dari urat leher kita, lalu seperti apa itu ? Ketika kita menyatakan bahwa kemanapun kita menghadap maka disitulah Allah, lalu seperti apakah itu ? Ketika disebutkan bahwa Allah ada dilangit, lalu langit manakah itu?
Mari kita membahasnya. Yang pertama menjadi pertanyaan kita adalah, apa yang dimaksud dengan ‘Arsy Allah tersebut ?
إِنَّ رَبَّكُمُ اللّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy (Qs. 7 al-A’raf : 54)

Terdapat perbedaan pandangan antara ulama “klasik” atau ulama salaf dengan ulama-ulama kontemporer dan atau modern dalam menafsirkan istilah ‘Arsy ini. Dimana ulama klasik lebih suka memahami ‘Arsy sebagai suatu singgasana dimana dari singgasana-Nya inilah Tuhan mengendalikan kekuasaan-Nya atas makhluk-makhluk-Nya, namun ulama-ulama tersebut juga lebih suka untuk tidak melakukan pembahasan lebih jauh mengenainya dan hanya mencukupkan urusannya kepada iman dan itu menjadi rahasia ALLAH.

Majhul, Ma qul, Imaan bihi wajib, wa su al anhu bid’ah (tidak diketahui maknanya, dan tidak boleh mengatakannya mustahil, percaya akannya adalah wajib, bertanya tentang ini adalah Bid ah Munkarah).

Menjadi wajar jika pemikiran para ulama salaf ini menjadi sebuah dogmatis yang tidak bisa ditawar, karena kekhawatiran mereka, bahwa tidak semua makhluk atau manusia dapat memahami filosofi tentang ALLAH, apalagi jika pertanyaannya adalah “dimana” ALLAH. Hal ini akan membuat manusia menjadi bingung, ambigu logikanya dan bahkan banyak yang tersesat metode berpikirnya.

Sebaliknya, sebagian ulama lain yang lebih moderat menolak penafsiran ‘Arasy seperti yang telah disebutkan tadi karena menurut mereka ALLAH tidak membutuhkan tempat, ruangan dan juga tidak terikat dengan waktu. Jika dikatakan bahwa ALLAH duduk diatas ‘Arsy maka berarti ALLAH memiliki wujud yang sama seperti makhluk-Nya yang memerlukan tempat tinggal dan tempat bernaung, padahal ALLAH Maha Suci dan Maha Mulia dari semua itu !

وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ
Tidak ada sesuatu apapun yang sama dengan-Nya (Qs. 112 al-Ikhlas : 4)

Dalam sifat 20 ketuhanan yang wajib di-imani oleh umat Islam salah satunya adalah :
ﻣﺨﺎﻟﻔﺘﻪ ﻟﻠﺤﻮﺍﺩﺙ (Mukhalafatuhu lilhawadith alias Tuhan itu tidak meyerupai sesuatu apapun).

Tidak ada yang salah jika kita menggunakan kaca mata kuda “iman” dalam hal ini, namun sebagai manusia yang haus dalam mencari ilmu ALLAH, saya memang mencari alternatif lain memahami hal ini. Seperti pada hakikat, syahadat LA ILA HA ILLAHU ALLAH, dimulai dengan kata “tidak”, memiliki arti ketiadaan, kosong, baru kemudiaan ber”isi” dan mempercayainya. Menjalankan ketentuan suatu agama terkadang harus dimulai dengan kata iman memang sering menjadi sesuatu hal yang tidak dapat terbantahkan. Keadaan beriman sesorang umumnya berada dalam kondisi “jadi” dari seseorang itu (sebab ini akan kembali dari lingkungan mana ia dilahirkan). Analoginya adalah saya menjadi MUSLIM karena orang tua saya juuga MUSLIM dan seterusnya.

Tuhan memberikan kita akal untuk berpikir, untuk menjadi cerdas bukan untuk jadi figuran dan sekedar ikut-ikutan. Iman adalah kepercayaan terhadap sesuatu yang tentunya secara ilmiah membutuhkan pembuktian. Tuhan menjadikan alam semesta ini dengan ilmu-Nya, dan Dia telah mengukur keseimbangan masing-masing komposisi ciptaan-Nya itu secara proporsional dan adil. Begitupula ketika Dia mewahyukan kalam-Nya dalam bahasa manusia, itupun memiliki tujuan agar manusia bisa mempelajari dan memikirkannya, bukan cuma untuk sebatas percaya atau habis dalam bentuk kata-kata tiada makna.

Tuhan secara filsafat adalah tuhan dalam bentuk yang terlalu bervariasi sebagaimana bisa dibaca melalui pendapat para filosof yang ada (sebut saja nama socrates, plato, aristoteles, descartes atau juga kant dan bandingkan semua konsepsi filsafat mereka tentang tuhan). Saya lebih memilih ranah akal atau rasio untuk memahami Tuhan dan menemukan eksistensi kebenaran TUHAN.

Kita tidak mungkin bisa membedakan mana dogma yang benar dan mana dogma yang salah dengan berdasarkan dogma juga (baca: Iman), artinya seseorang tidak bisa berdalih dibelakang kata ” iman ” untuk membenarkan dogma yang ia anut, sebab sekali lagi kata ” iman ” ini adalah bagian dari dogma yang ada, dan setiap pemeluk masing-masing agama bisa berkata yang sama, dan yang terjadi adalah pembenaran subyektif. Akhirnya, semua doktrin keagamaan termasuk dogma ketuhanan sekalipun tidak berarti apa-apa jika tidak bisa dicerna secara ilmu melalui akal pikiran yang ada pada manusia.Mengikuti sesuatu yang mudah dimengerti akan jauh lebih memuaskan daripada mengikuti sesuatu yang tidak dimengerti atau tidak diketahui.

Dalam kaitannya dengan pembahasan kita kali ini, maka saya mengadakan pendekatan penafsiran istilah ‘Arsy yang disebut selaku singgasana-Nya Allah adalah sebagai tempat dimana ALLAH mempertunjukkan kekuasaan-Nya kepada semua hamba-hambaNya.

Dan itulah alam semesta yang terbentang luas dihadapan kita. Semua isi alam ini, termasuk benda-benda angkasa seperti bumi, bulan, matahari, planet-planet, komet, meteor, galaksi, manusia, malaikat, jin, hewan, tumbuhan dan apa saja yang ada diantara keduanya adalah merupakan perwujudan dari singgasana Tuhan.

وَهُوَ الَّذِي خَلَق السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاء
Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah ‘Arsy-Nya berada diatas alma’ (air)
(Qs. 11 Huud : 7)

Dari ilmu pengetahuan modern kita bisa mengetahui bahwa angkasa raya tidaklah kosong hitam saja seperti yang kita lihat dimalam hari, beberapa hasil observasi sejumlah astronom telah mengemukakan kepada kita bahwa diangkasa raya sana ada begitu banyak bintang , planet-planet, satelit dan bahkan galaksi sebagaimana galaksi yang kita diami ini (bima sakti/milky way). Belum lagi dengan beragamnya makhluk hidup yang ada diluar planet bumi kita ini yang biasa kita sebut sebagai Alien.

Ruang adalah kekosongan yang ada diantara benda. Saat sesuatu itu memiliki sekat, pembatas atau juga atap maka dia bisa kita sebut sebagai ruang. Tanpa keberadaan benda apapun maka dia tidak bisa disebut sebagai ruang. Hal ini bisa kita paralelkan dengan pendapat Paul Dirac yang menyatakan bahwa yang disebut sebagai ruang kosong sesungguhnya merupakan lautan elektrin dalam keadaan negatip tanpa batas. Sementara kita tahu bahwa keberadaan dari elektron itu sendiri menjadikannya sebagai keberadaan benda sehingga terbentuklah yang disebut sebagai ruang.

Pada tingkat selanjutnya, benda yang senantiasa berputar akan menimbulkan waktu, dan tanpa adanya putaran benda, maka otomatis akan tiada juga waktu. Misal, dengan berotasi terhadap matahari sebesar 66,5 derajat dalam orbitnya dengan tingkat kecepatan konstan 29,79 km/detik seraya berputar pada porosmya dengan kecepatan 11,18 km/detik maka timbullah yang disebut dengan istilah hari, jam, menit, detik …. atau dalam bahasa sederhananya : rotasi planet atau pusingan sebuah benda akan menimbulkan adanya istilah waktu.

Dalam Fisika Nuklir, elektron mengalami pusingan atau putaran yang disebut dengan istilah isospin, dimana elektron sebagai atom yang bermuatan listrik negatip berputar mengelilingi inti atom yang bermuatan positip.

Dengan demikian, maka keberadaan elektron didalam ruang kosong sebagaimana teori dari Paul Dirac sebelumnya telah menimbulkan apa yang kita sebut sebagai rotasi dan waktu dan bahwa berkesan terlalu naif dan bodoh rasanya jika kita berpikiran cuma kita dan bumi kita ini tempat makhluk hidup bisa tinggal serta bernaung.
Dan diantara ayat-ayat-Nya adalah menciptakan langit dan bumi ; dan Dabbah yang Dia sebarkan pada keduanya. dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya.(Qs. 42 Asy-Syura :29)
Allah lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah /hukum-hukum/ Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. (QS. 65:12)

Ini juga mungkin alasannya kenapa Tuhan begitu gigih memerintahkan kepada manusia untuk mempelajari ilmu tentang alam semesta sembari tidak melupakan tasbih kepada-Nya, baik tasbih dalam arti berdzikir lisan mengucap puja dan puji seperti para Malaikat ataupun bertasbih dalam pengertian sikap tunduk dan patuh serta sadar akan kekecilan diri dihadapan Yang Kuasa sebagaimana tunduknya alam semesta dan seperti tunduknya burung-burung dan gunung.
Para Malaikat yang di sisi-Nya, mereka tidak punya rasa angkuh untuk mengabdi kepada-Nya dan tidak merasa letih, mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya. (Qs. 21 al-anbiyaa : 19 – 20)
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya (Qs. 17 al-israa : 44)
Gunung-gunung dan burung-burung yang bertasbih (Qs. 21 al-anbiyaa : 79)

Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat seperti kamu (Qs. 6 al-an’aam : 38)
Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (Qs. 3 ali Imron : 191)

Jadi maksudnya jika ‘Arsy Allah itu adalah alam semesta ini, maka dimanakah Allah itu sebenarnya ? Apakah benar bahwa Allah itu berada dimana-mana ? Lalu bagaimana memaknai pahamnya Wahdatul Wujud seperti yang didengungkan oleh al-Hallaj atau Syaikh Siti Jenar ? Analoginya adalah jika kita menaruh air pada sebuah gelas yang kosong, selain air kita juga isi gula dan bubuk kopi misalnya. Kopi dan gula adalah isi dari kehidupan ini, semisal sistem galaksi, tata surya, planet dan bahkan manusia.

Air, tempat dimana semua itu berada melarutkan semuanya dan menjadi satu sistem yang sempurna, itulah wadah atau tatakan atau singgasana ataupun ‘Arsynya Tuhan dalam hal ini ! Didalam alam nyata, air tersebut tidak lain adalah alam semesta yang menaungi segala benda-benda yang berserak didalam angkasa kita.

Gelas tempat dimana semua itu bernaung, itulah Tuhannya dalam hal ini, yang tentu saja berada menaungi air selaku wadah pelarut dan secara otomatis menaungi juga semua benda-benda lain yang larut dan ada didalam air itu sendiri.

Itulah kenapa, didalam sejumlah ayat al-Qur’an ada disinggung istilah Wajah ALLAH, Tangan-Nya, Kursi-Nyasebagaimana terdapat dalam ayat-ayat berikut :
Dan adalah kepunyaan Allah Timur dan Barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah Wajah Allah (Qs. 2 al-Baqarah : 115)
Maka Maha Suci Dia yang ditangan-Nya kekuasaan atas semuanya (Qs. 36 Yaasin : 83)
Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan (Qs. 55 ar-Rahman : 27)
Kursi Allah meliputi langit dan bumi. (Qs. 2 al-Baqarah: 255)

Apakah ini berarti kita bisa melihat Tuhan berdasarkan analogi diatas ?. jelas tidak mungkin kita melihat Tuhan meskipun kita menggunakan analogi diatas. Sebab larutan yang menaungi semua benda atau elemen tadi begitu pekatnya terlihat dari dalam sehingga menutupi eksisten wujud asli dari sang gelas. Begitupula halnya dengan kita, tidaklah mungkin melihat wujud asli dari Allah itu sendiri sebab alam semesta ini, angkasa raya kita ini begitu pekat dengan selimut hitamnya, begitu penuh dengan lapisan-lapisan atau tingkat kekelamannya, begitu jauh dan luasnya sehingga tak mungkin terukur secara panjang, lebar dan luas jarak dari satu titik ketitik yang lain. Bahkan menentukan titik-titik semesta raya inipun kita tidak akan pernah mampu. Dimana awalnya dan dimana juga ujung semestanya, semua terlalu pekat untuk bisa ditembus. Tetapi satu hal, Allah pastinya ada dan menaungi semua ini.

Pada kasus Nabi Musa, Allah menyingkapkan sedikit cahaya-Nya menguak kegelapan semesta yang melingkupi-Nya sehingga akibatnya, pingsanlah Musa dan gunungpun hancur karena tak kuatnya.
7:143. Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau”. Tuhan berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku”. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: “Maha Suci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman”.

Lalu akan muncul pertanyaan, dengan analogi diatas, berarti TUHAN menjadi satu dengan MAKHLUK ? Perlu keberanian logika untuk membeturkan hal ini dengan keimanan ISLAM. Mari kita lihat ayat berikut,

هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (al-Haadid [57] ayat 3)

Memahami ayat ini perlu tingkat kedewasaan yang tinggi dalam berpikir secara logika dan kedalaman batin dalam menuntun metode berpikir kita. Seperti apa yang dikatakan oleh Syeh Siti Jennar, “disini hanya ada AKU”, yang oleh para pengikutnya diartikan sudah bersatunya sang guru dengan penciptanya. Kita harus berhati-hati dalam memahami hal ini, walaupun tujuan kita adalah mencari pembuktian materi, namun kita janganlah lupa, bahwa akal pikiran kita ada batasnya, bahwa memang kita bisa membuktikan keberadaan ALLAH dengan segala ciptaaNYA, namun bertemu denganNYA adalah batas akal pikiran kita.

Pembuktin logis dengan pendekatan deskrptif yang dipadukan dengan Al-Quran adalah sebuah langkah yang nyata untuk membuktikan benar atau tidaknya keIManan kita sebagai muslim, sehingga pengetahuan kita bersifat obyektif dengan keselarasan antara perkataan/teks (dalam hal ini adalah Al-Alquran) dan kenyataan (alam semesta). Tujuannya adalah satu (menurut saya), memperbanyak ilmu kita tentang ALLAH, walaupun kita tidak akan mampu menyerapnya lebih dari setetes air di lautan, namun dengan paling tidak, dengan ilmu itu kita mengetahui siapa kita (manusia), sehingga tidak sombong kepada sang pencipta, ALLAH.


KA EL

at office
10:39 am

Darimana datangnya cahaya bulan nan indah,
jika tidak dari KIRANA
Dimana letak hati yang SUCI,
jika bukan di LARASATI
Dan bagaimana caranya aku melepas rindu padanya,
jika tidak aku datangi KALANGIT

AKU adalah AKU

at office
08:51 am



AKU adalah AKU
AKU adalah diriMU
AKU adalah WajahMU
AKU adalah JiwaMU
AKU adalah DimensiMU
dan AKU adalah AKU
tujuan dari segala tujuan, adalah AKU