Catatan tentang kapal Cheng Ho
yang selama ini berasal dari catatan Cina ternyata tidak akurat. Penulisan
sejarah adalah bagian dari perang asimetris sehingga beberapa peradaban di
dunia membesarkan data-data sejarahnya. Riset yang dilakukan oleh Irawan Djoko
Nugroho lewat berebagi referensi membuktikan bahwa kapal-kapal Majapahit jauh
lebih besar dari kapal Cheng Ho. Inilah analisa dari Irawan Djoko Nugroho. Dan
juga terdapat analisa tentang riset kapal raksasa yang ditemukan di Gunung
Arafat Turki yang ternyata dibuat dengan kayu Jati. Dan pohon Jati hingga
sekarang hanya ditemukan di Jawa.
Jong adalah sebuah kata Jawa Kuno
yang berarti sebangsa perahu (P.J. Zoetmulder, 1995: 427). Dalam khazanah
Melayu, kata Jong disebut juga dengan istilah Jung (SM.V: 47 dan SM. X: 77).
Menurut khazanah Melayu pula, Jong adalah kapal yang hanya dimiliki oleh Jawa
(HRRP: 95, HHT: XII: 228). Keterangan ini sangat berbeda dengan keterangan
sejarawan Eropa umumnya. Mereka menyebut kapal-kapal Cina juga dengan istilah
jung. Para sejarawan Eropa dan nasional menengarai kapal-kapal Majapahit dalam
beberapa penelitian, menggunakan cadik sebagaimana kapal Borobudur.
Di dalam
http://id.wikipedia.org/wiki/Kapal_jung disebutkan bila pada abad ke-15 hingga
ke-16 kapal Jung tidak hanya digunakan pada pelaut Jawa. Para pelaut Melayu dan
Tionghoa juga menggunakan kapal layar jenis ini. Keterangan itu tidak
sepenuhnya tepat. Para pelaut Melayu menggunakan kapal Jung dicatat dalam
Hikayat Hang Tuah setelah Putri Raja Majapahit menikah dengan Sultan Malaka.
Kapal yang dimilikinya pun hanya 1. Kapal yang digunakan pelaut Melayu adalah
kapal Ghali atau Galleon. Sedangkan kapal yang digunakan pelaut Cina dalam
catatan Melayu baik Sejarah Melayu dan Hikayat Banjar adalah Pilu dan Wangkang.
Menurut catatan para penulis
Portugis, Jong disebut dengan Junco. Sedangkan para penulis Italia menyebut
dengan istilah zonchi. Istilah jung dipakai pertama kali dalam catatan
perjalanan Rahib Odrico, Jonhan de Marignolli (http://id.wikipedia.org/wiki/Kapal_jung).
Secara umum, kapal Junco
merupakan sebuah kapal yang memiliki 4 tiang. Kapal Junco memiliki bentuk yang
sangat berbeda dengan jenis-jenis kapal Portugis umumnya. Dinding Jong terbuat
dari 4 lapis papan tebal, (Paul Michel Munoz, 2009: 396-397). Kapal Jong juga
memiliki dua dayung kemudi besar di kedua buritan kapal. Kedua dayung kemudi itu
hanya bisa dihancurkan dengan meriam. Dinding Jong mampu menahan tembakan
meriam kapal-kapal Portugis yang mengepungnya dalam jarak yang sangat dekat,
(Robert Dick-Reid, 2008: 69).
Dimensi Jong Jawa
Ukuran Jong menurut catatan Tome
Pires dan Gaspar Correia sangat besar. Menurut Tome Pires, kapal Jong tidak
dapat merapat ke dermaga karena besarnya. Perlu ada kapal kecil yang diperlukan
untuk memuat atau membongkar muatannya. Menurut Gaspar Correia, Jong memiliki
ukuran melebihi kapal Flor de La Mar, kapal Portugis yang tertinggi dan
terbesar tahun 1511-1512. Menurut Gaspar Correia pula, bagian belakang kapal
Flor de La Mar yang sangat tinggi, tidak dapat mencapai jembatan kapal yang
berada dibawah geladak kapal Junco.
Saat menyerang Malaka, Portugis
dicatat menggunakan 40 buah kapal menurut Hikayat Hang Tuah, atau 43 buah kapal
menurut Sejarah Melayu. Setiap kapal mampu mengangkut 500 pasukan dan 50 buah
meriam. Dengan demikian saat menyerang Malaka Portugis mengerahkan pasukan
sebanyak 20.000 – 21.500 pasukan. Kapal Flor de La Mar dicatat memiliki ukuran
di atas kapal-kapal itu.
Menurut Irawan Djoko Nugroho,
kapal Junco memiliki ukuran panjang, lebar dan tinggi 4-5 kali kapal Flor de la
Mar. Dengan kata lain panjang Junco Jawa adalah 313,2 m – 391,5 m. Hal ini
karena kapal Flor de La Mar diperkirakan memiliki panjang 78,30 m dan
kapal-kapal yang menyerang Malaka menurut Hikayat Hang Tuah dan Sejarah Melayu
memiliki ukuran panjang 69 meter, (Irawan Djoko Nugroho, 2011: 304-307).
Kapal Jong atau Jung atau Junco
merupakan kapal kayu operasional terbesar dunia hingga abad ke 20 awal, bahkan
hingga saat ini. Kapal terbesar Amerika Serikat pada abad ke-19 bernama Great
Republik pun hanya mampu dibuat sepanjang 100,5 m (John R. Hale, 1984: 86).
Tehnologi kapal ini hingga kini menjadi misteri. Seperti misalnya: tehnik
sambung seperti apa yang digunakan sehingga kapal Jong tahan akan tembakan
meriam. Selain itu, bahan apa yang digunakan untuk merapatkan kayu sehingga
kapal Jong aman dari merembesnya air. Juga seperti apa operational maintenance
kapal Jong itu karena sifat kapal yang dapat di knock down.
Fungsi Jong Jawa
Kapal Jong Jawa adalah kapal
dagang dan dapat digunakan sebagai kapal angkut militer. Kapal ini merupakan
kapal utama pengangkut perdagangan hingga abad ke-16. Menurut catatan Duarte
Barosa, kapal Jong Jawa ini membawa barang perdagangan seluruh Asia Tenggara
dan Asia Timur untuk diperdagangkan hingga ke Asia Barat (Arab). Dari Arab,
barang dagangan tersebut disebarkan ke Eropa, ((Paul Michel Munoz, 2009:
396-397).
Rute perdagangan ke Asia Barat
yang dilalui Jong Jawa menurut Duarte Barosa adalah Tenasserim, Pegu, Bengal,
Palicat, Coromandel, Malabar, Cambay, dan Aden, (Paul Michel Munoz, 2009:
396-397). Barang dagangan yang dibawa Jong Jawa menurut Duarte Barosa pula,
diantaranya adalah: beras, daging sapi, kambing, babi, dan menjangan yang
dikeringkan dan diasinkan, ayam, bawang putih, dan bawang merah, senjata
seperti tombak, belati, dan pedang-pedang yang dibuat dari campuran logam dan
terbuat dari baja yang sangat bagus, pewarna kuning atau cazumba (Kasumba),
emas, lada, sutra, kemenyan, kamper serta kayu gaharu.
Dalam Sejarah Dinasti Ming Kapal
Pusaka, Kapal yang dinaiki Cheng Ho dicatat memiliki panjang 138 meter dan
lebarnya sekitar 56 meter (http://muslimdaily.net/artikel/home/laks…lcNL-Jko).
Jika dibandingkan dengan kapal Jong Jawa, kapal Pusaka Cheng Ho tidak ada
apa-apanya. Kapal Jong Jawa 2,2-2,8 kali lebih besar dari Kapal Pusaka Cheng
Ho. Kapal Pusaka Cheng Ho pun hanya 1 buah. Sedangkan Kapal Jong Jawa yang
dimiliki Majapahit sebanyak 400 buah.
Berbeda dengan Kapal Pusaka Cheng
Ho yang hilang sebelum kedatangan Portugis, Kapal Jong Jawa tetap berlayar
hingga Jaman Portugis. Hilangnya Kapal Jong Jawa karena politik Isolasi Diri
masa Mataram.
Meluruskan Catatan Diego de Couto
Diego de Couto dalam buku Da
Asia, terbit 1645 mengatakan sebagai berikut.
“Orang Jawa adalah orang-orang
yang sangat berpengalaman dalam seni navigasi, sampai mereka dianggap sebagai
perintis seni paling kuno ini, walaupun banyak yang menunjukkan bahwa orang
Cina lebih berhak atas penghargaan ini, dan menegaskan bahwa seni ini
diteruskan dari mereka kepada orang Jawa. Tetapi yang pasti adalah orang Jawa
yang dahulu berlayar ke Tanjung Harapan dan mengadakan hubungan dengan
Madagaskar, dimana sekarang banyak dijumpai penduduk asli Madagaskar yang
mengatakan bahwa mereka adalah keturunan orang Jawa”, (http://id.wikipedia.org/wiki/Kapal_jung).
Pernyataan Diego de Couto itu
menarik. Namun demikian pernyataan “walaupun banyak yang menunjukkan bahwa
orang Cina lebih berhak atas penghargaan ini, dan menegaskan bahwa seni ini
diteruskan dari mereka kepada orang Jawa”, sangat menyesatkan.
Hal ini karena tehnologi kapal
Cina demikian terbelakang. Ketika menyerang Jawa pada akhir abad ke 13,
Kubhilai Khan yang mengerahkan pelaut-pelaut Cina hanya memiliki kapal
kapasitas 30 penumpang. Kapal ini sangat kecil dibanding dengan kapal yang
dimiliki Jawa abad ke-3. Pada abad ke-3, kapal Jawa telah memiliki kapal dengan
kapasitas 500 orang dengan ukuran kapal 61 m.
Ketika Cheng Ho di abad ke-15
melaut dengan kapal sepanjang 136 m, Kapal Jong Jawa milik Majapahit telah jauh
lebih besar dan lebih banyak. Kurang lebih 2,2-2,8 kali lipat lebih besar dan
400 buah lebih banyak dari Kapal Pusaka Cheng Ho.*