Selama berabad-abad sosok sang
kanjeng Ratu Laut Kidul, Nyi Roro Kidul menjadi sebuah mitos yang nyata hidup
di dalam kehidupan masyarakat Jawa, terutama masyarakat Yogyakarta yang merupakan
keturunan dinasti Mataram. Kepercayaan terhadap kekuatan supranatural ini terus
berkembang sehingga sangat susah dibedakan antara kenyataan dan mitos belaka.
Ada beberapa versi terkait asal
usul Nyi Roro Kidul. Robert Wessing dalam “A Princess from Sunda: Some Aspects
of Nyai Roro Kidul,” Asian Folklore Studies Vol. 56 tahun 1997,
menyatakan bahwa Ratu Kidul ini mulanya adalah putri dari Kerajaan Galuh,
sekira abad 13. Ada pula versi yang menyebut dia adalah keturunan penguasa
Pajajaran. Kemudian ada yang mengatakan dia keturunan Raja Airlangga dari
Kahuripan, bahkan masih ada yang mengaitkannya dengan Raja Kediri Jayabaya.
Dikisahkan, Ratu Ayu dari Galuh
melahirkan seorang bayi perempuan. Keanehan muncul, bayi perempuan itu bisa
bicara dan mengatakan bahwa dia adalah penguasa semua lelembut di
tanah Jawa dan akan berdiam di Pantai Selatan. Bersamaan itu pula, roh Raja
Sindhula dari Galuh pun muncul dan bersabda bahwa cucunya tersebut tak akan
bersuami untuk menjaga kesucian dirinya, dan jika bersuami pun kelak adalah
hanya bisa dikawini oleh raja-raja Islam di Jawa.
Ratu Pantai Selatan ini menunggu
suaminya hingga dua abad lamanya. Panembahan Senapati, yang memerintah Mataram
Islam 1585-1601, pergi ke Pantai Selatan untuk bersemedi memohon petunjuk untuk
memenangkan peperangan melawan Sultan Pajang di Prambanan. Konon ketekunannya membuat
Laut Selatan bergolak. Istana ratu Pantai Selatan yang berada didasarnya porak
poranda karena kekuatan doa Panembahan Senapati.
Ratu Kidul pun keluar sarang,
muncul di permukaan lautan. Dia tertegun melihat seorang pemuda gagah tengah
bersemedi. Dia langsung jatuh hati dan bersimpuh di kaki Panembahan Senapati.
Setelah bercinta tiga hari tiga malam di istana bawah Laut Selatan, ratu Pantai
Selatan pun berjanji akan membantu Senapati memenangkan peperangan.
Senapati pun bergegas menuju
palagan Prambanan dengan dibantu pasukan arwah dari Pantai Selatan. Panembahan
Senapati menang gemilang.
Cucu panembahan senapati, Sultan
Agung yang memerintah 1613-1646, membuat tarian bedhaya yang
mengisahkan balada cinta kakeknya dengan Ratu Kidul. Saat terjadi palihan
nagari 1755, tulis Nancy K. Florida dalam “The Badhaya Katawang: A
Translation of the Song of Kangjeng Ratu Kidul,” Indonesia Nomor
53 tahun 1992, keraton Yogyakarta mendapat bagian bedhaya semang dan
keraton Surakarta bedhaya ketawang. Tarian ini menjadi sakral dan
wajib saat upacara penobatan raja baru.
Dalam pidato penerimaan
penghargaan Ramon Magsaysay 1988, sastrawan Pramoedya Ananta Toer mengatakan
bahwa cerita Ratu Laut Kidul itu hanya mitos belaka. Dalam pidato tertulisnya
yang berjudul Sastra, Sensor dan Negara: Seberapa Jauh Bahaya Bacaan? Pram
menjelaskan para pujangga istana Mataram menciptakan mitos Nyi Roro Kidul
sebagai kompensasi kekalahan Sultan Agung saat menyerang Batavia, sekaligus
gagal menguasai jalur perdagangan di Pantai Utara Jawa.
“Untuk menutupi kehilangan
tersebut pujangga Jawa menciptakan Dewi Laut Nyai Roro Kidul sebagai selimut,
bahwa Mataram masih menguasai laut, di sini Laut Selatan (Samudera Hindia).
Mitos ini melahirkan anak-anak mitos yang lain: bahwa setiap raja Mataram
beristerikan Sang Dewi tersebut,” tulis Pram.
Pram juga mengatakan bahwa mitos
tabu menggunakan pakaian berwarna hijau di wilayah Pantai Selatan karena
pujangga istana Mataram ingin memutuskan asosiasi orang pada warna pakaian
tentara Kompeni yang juga berwarna hijau.
Hubungan Sultan Yogyakarta dengan
Nyai Roro Kidul, dalam tulisan Nancy K. Florida, pernah renggang pada saat
meninggalnya Sultan Hamengkubuwono IX, akhir tahun 1988. Namun, saat penobatan
Sultan Hamengkubuwono X, dengan melihat histeria massa dalam penobatannya,
konon dukungan dan hubungan dengan Nyai Roro Kidul baik-baik saja.
Kini mengemuka wacana bahwa Sultan
Hamengkubuwono X akan digantikan oleh anak perempuannya. Dan kedudukan sultan
yang selama berabad-abad diemban oleh lelaki (putra mahkota) kemungkinan besar
akan beralih kepada seorang ratu (putri mahkota). Dengan demikian, hubungannya
dengan Nyi Roro Kidul pun sepertinya harus didefinisi ulang.
*diambil dari beberapa sumber