Powered By Blogger

Selasa, 12 Juli 2016

Sumenep Menyimpan Segudang Cerita



Resensi Buku
Judul : Sumenep Menyimpan Segudang Cerita
Penulis : Noevil Delta


Image result for sumenep punya

Jika anda bukan "penyuka sejarah" dan tidak berasal dari Madura atau daerah tapal kuda, maka anda tidak akan mengenal kota Sumenep. Kota diujung timur pulau Madura ini yang sudah ada sejak zaman Kerajaan Singosari  memiliki sejarah yang panjang, bahkan penguasa pertama Sumenep yang tercatat dalam sejarah, punya peran yang besar untuk berdirinya kerajaan Majapahit.

Lewat sebuah "iklan" di facebook, saya tergelitik dengan sebuah buku yang berjudul "Sumenep Menyimpan Segudang Cerita", singkat cerita sampailah buku tersebut di tangan saya. Seperti kebiasaan saya jika ingin membaca buku, yang pertama kali saya baca adalah sampul belakang buku itu, biasanya memuat ringkasan atau "komentar" dari para pembaca sebelumnya atau saya baca daftar isinya. 

Beralih ke design buku tersebut, berdasar warna putih dengan gambar ikon kota Sumenep, gerbang masjid agung Jami', memang menarik, namun kurang elegan sebagai sebuah buku tentang sebuah kota. Saya tidak ingin membandingkan dengan buku-buku lain yang menceritakan sebuah kota, namun "feel" pembaca penting untuk dibuat tertarik kepada sebuah buku, apalagi buku yang isinya tidak ada keterikatan pembacanya. Bayangkan saja, jika saya disodorkan sebuah buku tentang sebuah kota kecil dibagian daratan Eropa yang tidak pernah saya ketahui sebelumnya, apa reaksi saya ? apa reaksi anda ?, apakah anda akan tertarik ? . Namun bayangkan jika buku tersebut dikemas dengan sampul dan design yang menarik dan informatif, paling tidak ketika anda melihat buku tersebut, anda memiliki kesan tersendiri sehingga tertarik untuk membacanya.

Kesan pertama saya membaca halaman-halaman awal buku itu cukup informatif, walaupun tidak ada informasi yang baru. Cerita tentang makam Pangeran Diponegoro di belakang Asta Tinggi dan beberapa legenda yang ada di kota Sumenep, bagi saya bukanlah sebuah informasi yang "mengagetkan", mungkin karena saya lahir dan besar di kota itu. Saya berharap banyak terhadap buku itu dapat memberikan informasi yang baru, atau belum pernah diketahui sebelumnya, atau misalkan tentang "pembenaran" makan Pangeran Diponegoro yang sampai dengan saat ini masih menjadi kontroversi dikarenakan sejarah mencatat bahwa makam Pangeran Diponegoro berada di Makasar. Selanjutnya desa Marengan yang sempat diceritakan, tidak ada ekplorasi yang mendalam, hanya diceritakan "ala kadarnya" saja. Sangat disayangkan, mengingat penulis buku ini adalah "reng Sumenep" tulen yang saya kira secara psikologi dan budaya sudah menyatu dengan kehidupan Sumenep.

Menurut saya, seharusnya buku tersebut tidak hanya 114 halaman. Sumenep punya banyak hal untuk dieksplorasi. Sejarah, tempat wisata, kebudayaan, legenda dan keunikan masyarakatnya bisa menjadi referensi "dongeng" yang bisa ditulis dalam sebuah buku. Buku ini terkesan seperti panduan "wisata" yang "naggung" atau seperti bahan bacaan ala kadarnya sambil menunggu giliran di ruang tunggu dokter (maaf saya harus mengatakan hal ini}

Namun dengan segala kebanggan saya terhadap kota kelahiran saya itu, saya bangga dan apresiasi terhadap penulis buku tersebut. Anak muda yang punya kreativitas, kemauan dan semangat untuk menulis, apalagi tentang tanah kelahirannya, sungguh sesuatu yang amat sangat jarang terjadi di era "gadget" saat ini. Semangat ini harus menular ke seluruh jiwa - jiwa muda Sumne

jangan pernah menyerah cong !!!!!