Genjer-genjer
nong kedokan pating keleler
Genjer-genjer
nong kedokan pating keleler
Emak'e
thole teko-teko mbubuti genjer
Emak'e
thole teko-teko mbubuti genjer
Ulih
sak tenong mungkur sedhot sing tolah-toleh
Genjer-genjer
saiki wis digowo mulih
Genjer-genjer
esuk-esuk didol ning pasar
Genjer-genjer
esuk-esuk didol ning pasar
Dijejer-jejer
diuntingi podho didhasar
Dijejer-jejer
diuntingi podho didhasar
Emak'e
jebeng podho tuku nggowo welasah
Genjer-genjer
saiki wis arep diolah
Genjer-genjer
mlebu kendhil wedang gemulak
Genjer-genjer
mlebu kendhil wedang gemulak
Setengah
mateng dientas yo dienggo iwak
Setengah
mateng dientas yo dienggo iwak
Sego
sak piring sambel jeruk ring pelonco
Genjer-genjer
dipangan musuhe sego
Bagi
yang mengalami peristiwa gestapu, atau dalam sejarah yang dibuat oleh
penguasa Orba disebut Pemberontakan PKI 30 September 1965, pasti
mengetahui syair lagu Genjer genjer. Lagu yang menurut saya merupakan
salah satu lagu legendaris negeri ini. Lagu yang pada awalnya dibuat
untuk menyemangati rakyat dan pada akhirnya dipolitisasi menjadi lagu
"musuh" rakyat, ironis memang jika kita melihat dari sudut
pandang sastra dan seni.
Pada
sekitar tahun 1942, berkembang lagu Kesenian Angklung yang terkenal
berjudul “Genjer-Genjer”. Syair lagi ini diciptakan oelh M. Arif,
seorang seniman pemukul alat instrumen Angklung. Berdasarkan
keterangan teman sejawat almarhum Arif, lagu Genjer-Genjer itu
diangkat dari lagu dolanan yang berjudul “Tong Alak Gentak”. Lagu
rakyat yang hidup di Banyuwangi itu, kemudian diberi syiar baru
seperti dalam lagu genjer-genjer. Syair lagu Genjer-Genjer
dimaksudkan sebagai sindiran atas masa
pendudukan Jepang ke
Indonesia. Pada saat itu, kondisi rakyat semakin sesangsara dibanding
sebelumnya. Bahkan ‘genjer’
(Limnocharis flava) tanaman gulma yang tumbuh di rawa-rawa sebelumnya
dikosumsi itik, namun menjadi santapan yang lezat akibat tidak mampu
membeli daging. Menurut Suripan Sadi Hutomo (1990: 10), upaya yang
dilakukan M Arif sesuai dengan fungsi Sastra Lisan, yaitu sebagai
kritik sosial, menyidir penguasa dan alat perjuangan.
Setelah
kemerdekaan Indonesia, lagu "Genjer-genjer"
menjadi sangat populer setelah banyak dibawakan penyanyi-penyanyi dan
disiarkan di radioIndonesia.
Penyanyi yang paling dikenal dalam membawakan lagu ini adalah Lilis
Suryani dan Bing
Slamet.
Sangking terkenalnya bahkan kemudian muncul pengakuan dari Jawa
Tengah, bahwa lagu Genjer-Genjer ciptaan Ki Narto Sabdo seorang
dalang kondang. Dalam sebuah tulisannya Hersri Setiawan, memberikan
penjelasan tentang asal-muasal hingga lagu Genjer-Genjer menjadi
terkenal.
Pada
masa Demokrasi
Terpimpin (1959-1966), Partai
Komunis Indonesia (PKI)
melancarkan kampanye besar-besaran untuk meningkatkan popularitas.
Lagu ini, yang menggambarkan penderitaan warga desa, menjadi salah
satu lagu propaganda yang
disukai dan dinyanyikan pada berbagai kesempatan. Akibatnya orang
mulai mengasosiasikan lagu ini sebagai "lagu PKI".
Peristiwa Gerakan
30 September pada
tahun 1965 membuat
rezim Orde
Baru yang
anti-komunisme melarang
disebarluaskannya lagu ini. Menurut versi TNI,
para anggota Gerwanidan Pemuda
Rakyat menyanyikan
lagu ini ketika para jendral yang diculik diinterogasi dan disiksa.
Peristiwa ini digambarkan pada film Pengkhianatan
G 30 S/PKI besutan Arifin
C. Noer.
Dalam
serangkaian peristiwa tragedi pembantaian
komunis oleh TNI dan pendukung Orde Baru tahun 1965 – 1966 di
Indonesia, Muhammad
Arief, pencipta
lagu "Genjer-genjer"
meninggal dibunuh akibat dianggap terlibat dalam organisasi
massa onderbouw PKI.
Setelah
berakhirnya rezim Orde Baru pada tahun 1998,
larangan penyebarluasan lagu "Genjer-genjer"
secara formal telah berakhir. Lagu "Genjer-genjer"
mulai beredar secara bebas melalui media internet.
Walaupun telah diperbolehkan, masih terjadi beberapa kasus yang
melibatkan stigmatisasi lagu
ini, seperti terjadinya demo sekelompok orang terhadap suatu stasiun
radio di Solo akibat
mengudarakan lagu tersebut. pasca kejatuhan soeharto,Genjer-genjer
kembali populer bahkan group band reage asal jogjakarta telah
mempopulerkan lagu tersebut kembali. Lagu Genjer-Genjer juga
digunakan sebagai opening song dan ending song dalam serial
dokumenter "40 years of silence" yang memuat sejumlah
kesaksian mengenai tahun 1965-1966.
Lagu
ini semakin menantang saya untuk terus menggali bagian bagian sejarah
yang hilang, bukan untuk mencari siapa yang salah, namun untuk masa
depan yang lebih baik, saya dan kita semua harus memulai untuk jujur
pada diri sendiri dan pada sejarah bangsa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar