Powered By Blogger

Senin, 10 Juni 2019

Telasan Topak


Interpretasi terhadap ajaran Islam di Nusantara memiliki keunikan tersendiri. Setiap daerah di Indonesia meng-akulturasi ajaran Islam dengan kearifan lokal sehingga terbentuk kebudayaan baru atau kebudayaan turunan. Di Madura misalkan, ada tradisi unik yang tidak dijumpai di daerah lainnya yaitu tradisi "telasan topak". Masyarakat Madura menikmati hidangan ketupat (dengan lauk pauk "mewah" seperti opor ayam, daging sapi dan yang lainnya) sejatinya hanya pada telasan topak yang dilakukan pada hari ke tujuh setelah hari raya Idul Fitri. Maknanya adalah sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas karunia yang diberikan selama ini.

Dalam sejarahnya tradisi ini sudah dilakukan turun-temurun di masyarakat Madura. Saya tidak mengetahui pasti kapan pertama kali tradisi ini dilakukan dan kenapa dilakukan di hari ke tujuh setelah hari raya Idul Fitri. Tidak ada literatur resmi yang menjelaskan tentang hal ini, sayang sekali karena tradisi ini merupakan warisan budaya, Namun dari beberapa pitutur para sepuh dapat saya simpulkan bahwa orang Madura (biasanya) akan berpuasa kembali sebanyak lima hari dimulai sehari setelah hari raya Idul Fitri, dan kemudian di tanggal 7 Syawal adalah puncak rasa syukur yang di ejawantahkan dengan  makan besar bersama keluarga besar. Dirayakan dengan besar-besaran melebihi perayaan hari raya Idul Fitri, 


Pendapat para sepuh lainnya adalah bahwa pada bulan Syawal adalah bulan yang baik untuk melaksanakan "hajat" manusia. Seperti selamatan, perkawinan atau hajatan lainnya. Untuk itulah masyakarat Madura akan memaknainya dengan "makan besar" sebagai rasa syukur terhadap karunia yang diberikan Tuhan.

Dapat pula dijumpai di beberapa daerah di Madura, ketupat-ketupat itu akan digantung terlebih dahulu di tempat-tempat yang di anggap sakral seperti tiang rumah (soko guru), pintu rumah dan tempat lainnya yang sekali lagi dianggap sebagai salah satu unsur untuk mendatangkan rejeki. 

Para ibu dan anak-anak perempuannya akan sibuk di dapur. Ibu saya akan mulai sibuk 2 atau 3 hari sebelum telasan topak. Para kaum hawa ini akan mengeluarkan kemampuan yang terbaik untuk meramu semua bumbu masak, agar hidangannya menjadi spesial di telasan topak. Mereka melakukannya dengan senang hati, karena mereka sadar bahwa memasak dan menyediakan makanan adalah tugas utama mereka kepada kehidupan. Hal inilah yang membuat Lebaran Idul Fitri akan kalah meriah dibandingkan "telasan topak" di Madura. Saya teringat salah satu Kyai ahli Sejarah dari Surabaya, Kyai Agus Sunyoto. Beliau berkata bahwa Nusantara ini kaya raya, berlimpah hasil buminya, jadi jangan heran ketika setiap acara (hajat) manusia Nusantara selalu identik dengan makan bersama.

Menikmati hidangan lezat yang spesial, yang hanya bisa dinikmati setahun sekali adalah hal luar biasa bagi saya. Apalagi saat ini ketika saya merantau dan sudah tidak pernah merasakan 'telasan topak", ada rindu yang sangat dendam di hati ini. Bukan hanya rasa di lidah, namun rasa di hati yang sungguh sangat kehilangan moment seperti itu. Saya masih berharap dapat menikmati topak ben opor ajem di telasan topak, mudah-mudahan di sisa umur ini, sebelum selamanya mati, saya dapat menikmati telasan topak walau untuk terakhir kalinya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar