Powered By Blogger

Senin, 17 April 2017

POLITIK berAGAMA

Sejatinya Islam mengajarkan tentang bagaimana seharusnya manusia hidup di dunia untuk mempersiapkan kehidupan di akhirat. Segala prilaku manusia di dunia tidak dapat dilepaskan dari agama, termasuk kemudian dalam berpolitik. Menurut saya tidak tepat jika ada pendapat yang memisahkan kegiatan politik dan agama, karena Islam dengan jelas mengatur bagaimana umat muslim berpolitik.

Sedikitnya ada dua cara memandang Islam dan politik di Indonesia . Pertama, Islam merupakan format dan tujuan yang digunakan untuk melakukan pengaturan kehidupan bangsa dan negara secara formal, legalistik, dan menyeluruh. Ini yang mungkin kemudian disebut 'Islam politik'. Kedua, Islam merupakan salah satu komponen yang membentuk, melandasi, dan mengarahkan bangsa dan negara. Inilah yang kemudian popular disebut 'Islam kultural'.
Kedua cara pandang tersebut sama-sama mengalami kesulitan untuk menempatkan peran Islam di dalam kehidupan politik riil (real politics) di Indonesia. Persoalannya ialah mampukah umat Islam Indonesia menyesuaikan dengan kecenderungan kebudayaan politik yang berkembang?

Kenyataannya umat muslim di Indonesia memang tidak siap untuk berpolitik. Kesamaan agama selalu menjadi kekuatan dasar untuk mengumpulkan suara para pemilih, bukan pada kekuatan politik itu sendiri. Partai-partai yang katanya berdasar atas Islam belum mampu menghasilkan output politik yang profesional, mereka masih mengandalkan kesamaan agama para pemilihnya. Bahkan Partai Kebangkitan Bangsa pada era Gus Dur belum mampu mengejawantahkan pemikiran-pemikiran Gus Dur yang plural. Saya mencatat sejak pemilu pertama pada tahun 1955, partai Islam tidak pernah menjadi pemenang di konstestasi politik di negeri ini. Ironis memang, negara dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia tidak pernah memenangkan poitik di negaranya sendiri.

Masyumi sebagai partai Islam terbesar pada awal kemerdekaan Indonesia hanya meraih 20,9 persen suara pada pemilu pertama tahun 1955. Memang partai tersebut tampil menjadi urutan kedua setelan Partai Nasional Indonesia, namun tidak tampil dominan karena partai Islam lainnya yaitu Nahdlatul Ulama dan Partai Syarikat Islam juga ikut bertarung di pemilu tahun tersebut. 

Selanjutnya pada zaman Orde Baru, partai Islam yang diwakili oleh Partai Persatuan Pembangunan tidak bisa bicara banyak. Hanya sebagai penggembira dan penonton kedigdayaan Golongan Karya yang selalu menjadi pemenang selama 32 tahun. Bahkan pada era ini tidak ada partai politik yang benar-benar sebagai partai politik.

Masa reformasi sempat menjadi harapan bagi banyak umat muslim di Indonesia yang mendambakan partai Islam bangkit menjadi penguasa di Indonesia. Maka dengan euforia yang besar, bermuncullah partai-parta Islam. Ada yang baru, ada juga yang memakai nama lama seperti partai Masyumi. Namun sekali lagi disinilah kelemahan umat muslim Indonesia. Jika tujuannya adalah sebuah kekuasaan negara berdaulat berdasarkan atas syariat Islam, kenapa harus bermunculan begitu banyak partai Islam ?. Tidak bisakah umat muslim Indonesia bersatu dalam satu partai untuk kemenangan umat muslim Indonesia ?. Tidak bisakah para tokoh-tokoh Islam melepaskan pertentangan dalam mazhab, perselisihan tentang fiqih dan atau perbedaan lainnya demi satu tujuan ?.

Jika menilik pada sejarah bangsa kita di periode awal kesadaran berdaulat sebagai sebuah bangsa dan negara, Islam di Indonesia menjelma sebagai kekuatan rakyat yang teguh melalui keikutsertaan umat Islam dalam Sarekat Dagang Islam dan kemudian di Sarekat Islam. Sarekat Islam dianggap sebagai penjelmaan Islam di dalam organisasi modern pertama, tetapi di dalamnya tidak ada watak ideologis, bahkan yang terlihat adalah watak kultural tahap awal. Di satu pihak, Sarekat Islam mengembangkan rasionalisasi terhadap ajaran-ajaran Islam, di pihak lain SI menampakkan sebagai mitos. Sarekat Islam menjadi tumpuan masyarakat sebagai 'Ratu Adil' yang merupakan cita-cita pemberontakan akibat penjajahan dan kemiskinan dalam masa itu. Umat waktu itu menginginkan lahirnya satu kerajaan utopis, tetapi mereka tidak tahu bagaimana menuju ke sana dan tidak tahu persis apa yang harus mereka lakukan.

Watak kultural ini sama sekali belum mempunyai muatan ideologis, meski kecerdasan akan kesatuan sebagai bangsa telah muncul. Wawasan kebangsaan yang dimiliki SI sejak dini perjuangan merupakan benang merah yang senantiasa ada dalam perjuangan organisasi masyarakat dan partai politik yang muncul dengan bendera Islam hingga kini.

Pada kenyataannya, muatan wawasan kebangsaan memang lebih dahulu muncul daripada aspirasi ideologis Islam. Kelahiran organisasi Islam seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dan lain-lain pada mulanya merupakan gerakan kultural. Politik masih mempunyai arti yang luas sebagai upaya bersama untuk mencerdaskan umat, membangun kesejahteraan mereka, dan mengupayakan pemasyarakatan ajaran-ajaran Islam, dan karena itu keterlibatan mereka dalam suatu kerangka kebangsaan semata-mata ingin menghilangkan penjajahan.

Setelahnya umat muslim Indonesia seperti kehilangan arah perjuangannya. Para tokohnya seakan belomba mengumpulkan dukungan para ummat. Tidak seperti yang dilakukan oleh para tokoh nasionalis yang terus konsisten berjuang memenangkan hati rakyat untuk diajak bersama-sama mengumandangkan 'kemerdekaan", para tokoh Islam selalu sibuk dengan mempertentangkan perbedaan-perbedaan fiqih. Jalan yang dibangun oleh para pendahulu SI, Muhammadiyah dan NU seakan tidak pernah mencapai tujuannya. Muhammadiyah dan NU yang hingga saat ini sebagai representasi dari umat muslim Indonesia belum mampu menjadi "wakil rakyat" terhadap kepentingan berpolitik ummat.

Seharusnya umat muslim Indonesia harus sudah keluar dari bayang-bayang perbedaan fiqih diantara sesamanya. Kehidupan berbangsa dan bernegara dengan berlandaskan syariat Islam akan jauh lebih penting untuk diperjuangkan bersama-sama sebagai kesatuan umat muslim. Pada era ini, pilkada Jakarta sebagai sebuah barometer kekuatan politik Islam sesungguhnya. Jika umat muslim kalah dalam kontestasi ini, maka akan sangat sulit membangkitkan kesadara politik Islam pada umat muslim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar