Powered By Blogger

Kamis, 31 Mei 2018

Kapal JONG Sang Penguasa Lautan


Catatan tentang kapal Cheng Ho yang selama ini berasal dari catatan Cina ternyata tidak akurat. Penulisan sejarah adalah bagian dari perang asimetris sehingga beberapa peradaban di dunia membesarkan data-data sejarahnya. Riset yang dilakukan oleh Irawan Djoko Nugroho lewat berebagi referensi membuktikan bahwa kapal-kapal Majapahit jauh lebih besar dari kapal Cheng Ho. Inilah analisa dari Irawan Djoko Nugroho. Dan juga terdapat analisa tentang riset kapal raksasa yang ditemukan di Gunung Arafat Turki yang ternyata dibuat dengan kayu Jati. Dan pohon Jati hingga sekarang hanya ditemukan di Jawa.


Jong adalah sebuah kata Jawa Kuno yang berarti sebangsa perahu (P.J. Zoetmulder, 1995: 427). Dalam khazanah Melayu, kata Jong disebut juga dengan istilah Jung (SM.V: 47 dan SM. X: 77). Menurut khazanah Melayu pula, Jong adalah kapal yang hanya dimiliki oleh Jawa (HRRP: 95, HHT: XII: 228). Keterangan ini sangat berbeda dengan keterangan sejarawan Eropa umumnya. Mereka menyebut kapal-kapal Cina juga dengan istilah jung. Para sejarawan Eropa dan nasional menengarai kapal-kapal Majapahit dalam beberapa penelitian, menggunakan cadik sebagaimana kapal Borobudur.

Di dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Kapal_jung disebutkan bila pada abad ke-15 hingga ke-16 kapal Jung tidak hanya digunakan pada pelaut Jawa. Para pelaut Melayu dan Tionghoa juga menggunakan kapal layar jenis ini. Keterangan itu tidak sepenuhnya tepat. Para pelaut Melayu menggunakan kapal Jung dicatat dalam Hikayat Hang Tuah setelah Putri Raja Majapahit menikah dengan Sultan Malaka. Kapal yang dimilikinya pun hanya 1. Kapal yang digunakan pelaut Melayu adalah kapal Ghali atau Galleon. Sedangkan kapal yang digunakan pelaut Cina dalam catatan Melayu baik Sejarah Melayu dan Hikayat Banjar adalah Pilu dan Wangkang.

Menurut catatan para penulis Portugis, Jong disebut dengan Junco. Sedangkan para penulis Italia menyebut dengan istilah zonchi. Istilah jung dipakai pertama kali dalam catatan perjalanan Rahib Odrico, Jonhan de Marignolli (http://id.wikipedia.org/wiki/Kapal_jung).

Secara umum, kapal Junco merupakan sebuah kapal yang memiliki 4 tiang. Kapal Junco memiliki bentuk yang sangat berbeda dengan jenis-jenis kapal Portugis umumnya. Dinding Jong terbuat dari 4 lapis papan tebal, (Paul Michel Munoz, 2009: 396-397). Kapal Jong juga memiliki dua dayung kemudi besar di kedua buritan kapal. Kedua dayung kemudi itu hanya bisa dihancurkan dengan meriam. Dinding Jong mampu menahan tembakan meriam kapal-kapal Portugis yang mengepungnya dalam jarak yang sangat dekat, (Robert Dick-Reid, 2008: 69).

Dimensi Jong Jawa
Ukuran Jong menurut catatan Tome Pires dan Gaspar Correia sangat besar. Menurut Tome Pires, kapal Jong tidak dapat merapat ke dermaga karena besarnya. Perlu ada kapal kecil yang diperlukan untuk memuat atau membongkar muatannya. Menurut Gaspar Correia, Jong memiliki ukuran melebihi kapal Flor de La Mar, kapal Portugis yang tertinggi dan terbesar tahun 1511-1512. Menurut Gaspar Correia pula, bagian belakang kapal Flor de La Mar yang sangat tinggi, tidak dapat mencapai jembatan kapal yang berada dibawah geladak kapal Junco.

Saat menyerang Malaka, Portugis dicatat menggunakan 40 buah kapal menurut Hikayat Hang Tuah, atau 43 buah kapal menurut Sejarah Melayu. Setiap kapal mampu mengangkut 500 pasukan dan 50 buah meriam. Dengan demikian saat menyerang Malaka Portugis mengerahkan pasukan sebanyak 20.000 – 21.500 pasukan. Kapal Flor de La Mar dicatat memiliki ukuran di atas kapal-kapal itu.

Menurut Irawan Djoko Nugroho, kapal Junco memiliki ukuran panjang, lebar dan tinggi 4-5 kali kapal Flor de la Mar. Dengan kata lain panjang Junco Jawa adalah 313,2 m – 391,5 m. Hal ini karena kapal Flor de La Mar diperkirakan memiliki panjang 78,30 m dan kapal-kapal yang menyerang Malaka menurut Hikayat Hang Tuah dan Sejarah Melayu memiliki ukuran panjang 69 meter, (Irawan Djoko Nugroho, 2011: 304-307).

Kapal Jong atau Jung atau Junco merupakan kapal kayu operasional terbesar dunia hingga abad ke 20 awal, bahkan hingga saat ini. Kapal terbesar Amerika Serikat pada abad ke-19 bernama Great Republik pun hanya mampu dibuat sepanjang 100,5 m (John R. Hale, 1984: 86). Tehnologi kapal ini hingga kini menjadi misteri. Seperti misalnya: tehnik sambung seperti apa yang digunakan sehingga kapal Jong tahan akan tembakan meriam. Selain itu, bahan apa yang digunakan untuk merapatkan kayu sehingga kapal Jong aman dari merembesnya air. Juga seperti apa operational maintenance kapal Jong itu karena sifat kapal yang dapat di knock down.

Fungsi Jong Jawa
Kapal Jong Jawa adalah kapal dagang dan dapat digunakan sebagai kapal angkut militer. Kapal ini merupakan kapal utama pengangkut perdagangan hingga abad ke-16. Menurut catatan Duarte Barosa, kapal Jong Jawa ini membawa barang perdagangan seluruh Asia Tenggara dan Asia Timur untuk diperdagangkan hingga ke Asia Barat (Arab). Dari Arab, barang dagangan tersebut disebarkan ke Eropa, ((Paul Michel Munoz, 2009: 396-397).

Rute perdagangan ke Asia Barat yang dilalui Jong Jawa menurut Duarte Barosa adalah Tenasserim, Pegu, Bengal, Palicat, Coromandel, Malabar, Cambay, dan Aden, (Paul Michel Munoz, 2009: 396-397). Barang dagangan yang dibawa Jong Jawa menurut Duarte Barosa pula, diantaranya adalah: beras, daging sapi, kambing, babi, dan menjangan yang dikeringkan dan diasinkan, ayam, bawang putih, dan bawang merah, senjata seperti tombak, belati, dan pedang-pedang yang dibuat dari campuran logam dan terbuat dari baja yang sangat bagus, pewarna kuning atau cazumba (Kasumba), emas, lada, sutra, kemenyan, kamper serta kayu gaharu.

Dalam Sejarah Dinasti Ming Kapal Pusaka, Kapal yang dinaiki Cheng Ho dicatat memiliki panjang 138 meter dan lebarnya sekitar 56 meter (http://muslimdaily.net/artikel/home/laks…lcNL-Jko). Jika dibandingkan dengan kapal Jong Jawa, kapal Pusaka Cheng Ho tidak ada apa-apanya. Kapal Jong Jawa 2,2-2,8 kali lebih besar dari Kapal Pusaka Cheng Ho. Kapal Pusaka Cheng Ho pun hanya 1 buah. Sedangkan Kapal Jong Jawa yang dimiliki Majapahit sebanyak 400 buah.

Berbeda dengan Kapal Pusaka Cheng Ho yang hilang sebelum kedatangan Portugis, Kapal Jong Jawa tetap berlayar hingga Jaman Portugis. Hilangnya Kapal Jong Jawa karena politik Isolasi Diri masa Mataram.

Meluruskan Catatan Diego de Couto
Diego de Couto dalam buku Da Asia, terbit 1645 mengatakan sebagai berikut.
“Orang Jawa adalah orang-orang yang sangat berpengalaman dalam seni navigasi, sampai mereka dianggap sebagai perintis seni paling kuno ini, walaupun banyak yang menunjukkan bahwa orang Cina lebih berhak atas penghargaan ini, dan menegaskan bahwa seni ini diteruskan dari mereka kepada orang Jawa. Tetapi yang pasti adalah orang Jawa yang dahulu berlayar ke Tanjung Harapan dan mengadakan hubungan dengan Madagaskar, dimana sekarang banyak dijumpai penduduk asli Madagaskar yang mengatakan bahwa mereka adalah keturunan orang Jawa”, (http://id.wikipedia.org/wiki/Kapal_jung).

Pernyataan Diego de Couto itu menarik. Namun demikian pernyataan “walaupun banyak yang menunjukkan bahwa orang Cina lebih berhak atas penghargaan ini, dan menegaskan bahwa seni ini diteruskan dari mereka kepada orang Jawa”, sangat menyesatkan.

Hal ini karena tehnologi kapal Cina demikian terbelakang. Ketika menyerang Jawa pada akhir abad ke 13, Kubhilai Khan yang mengerahkan pelaut-pelaut Cina hanya memiliki kapal kapasitas 30 penumpang. Kapal ini sangat kecil dibanding dengan kapal yang dimiliki Jawa abad ke-3. Pada abad ke-3, kapal Jawa telah memiliki kapal dengan kapasitas 500 orang dengan ukuran kapal 61 m.

Ketika Cheng Ho di abad ke-15 melaut dengan kapal sepanjang 136 m, Kapal Jong Jawa milik Majapahit telah jauh lebih besar dan lebih banyak. Kurang lebih 2,2-2,8 kali lipat lebih besar dan 400 buah lebih banyak dari Kapal Pusaka Cheng Ho.*


Tidak ada komentar:

Posting Komentar