Sebuah kado ulang tahun Partai
Komunis Indonesia (PKI) ke-45 dipersiapkan Lembaga Sejarah PKI. Bentuknya
berupa sebuah buku yang merangkum perjalanan partai tersebut. Konsep
penulisannya sudah selesai. Judulnya Sejarah 45 Tahun PKI.
Pada
4 Mei 1965, Busjarie Latif, sekretaris Lembaga Sejarah PKI, berkirim surat
kepada “kawan-kawan”-nya menyampaikan manuskrip tersebut. Isinya bersumber dari
dokumen-dokumen partai, hasil riset kepustakaan, dan bahan-bahan kuliah Akademi
Politik Aliarcham. Kepada “kawan-kawan” itu, yang konon berjumlah 35 orang, dia
menyampaikan “penentuan diskusi selanjutnya akan kami beritakan lebih lanjut.”
Namun
diskusi tersebut tak pernah terjadi. Sialnya lagi, lima bulan kemudian pecah
peristiwa Gerakan 30 September 1965, yang disusul pembantaian massal orang
komunis, termasuk Busjarie Latif. Sejak itu, segala hal yang berbau komunis
dirampas dan dihancurkan, tak terkecuali manuskrip ini.
Semaun
Utomo, 91 tahun, satu-satunya anggota Lembaga Sejarah PKI yang masih hidup,
menerima naskah ini dari China tahun 2013. Ultimus, penerbit buku-buku kiri di
Bandung, kemudian menerbitkannya menjadi buku.
Selain
memuat kiprah PKI, buku ini menjadi semacam otokritik yang mengevaluasi
kesalahan-kesalahan partai. Ini bukan naskah pertama yang dihasilkan Lembaga
Sejarah PKI. Sebelumnya mereka menyusun dan menerbitkan 40
Tahun PKI (1960) dan Pemberontakan Nasional Pertama di
Indonesia (1926) yang diterbitkan tahun 1961. Namun buku ini
menjadi penting justru karena ia merangkum perjalanan partai hingga sebelum
kejatuhannya.
Anak Zaman
Ketika
memperingati harijadi PKI ke-35, DN Aidit, pemimpin PKI pada 1951, melukiskan
kelahiran PKI dalam sajak “Kini Ia Sudah Dewasa”: Ia lahir, dengan kesakitan, kelas
termaju, sebagai anak zaman, yang akan melahirkan zaman.
“Suatu
kelahiran dengan kesakitan, berarti bahwa ia didahului dengan perjuangan
ideologi melawan ideologi non-Marxis-Leninis dan anti-Internasionale III,” tulis
buku ini.
Kelahiran
PKI tak bisa dilepaskan dari Perhimpunan Sosial Demokrasi Hindia (ISDV),
organisasi Marxis pertama di Indonesia yang didirikan Henk Sneevliet pada 1913.
ISDV kemudian mengalami gejolak dengan keluarnya sosial-reformis JE Stokvis yang
mendirikan Partai Sosial Demokrat Hindia Belanda (ISDP) dan penolakan pada 1917
dan penolakan Hertogh terhadap perubahan ISDV menjadi partai komunis sesuai
keputusan Internasionale III tahun 1919.
“Kemenangan
atas dua macam musuh idelogi proletariat inilah, yang membuka jalan dan
memungkinkan ISDV menjadi PKI. Dan ini yang membikin dia besar dengan didahului
pembersihan ideologi ke dalam.”
PKI
didirikan pada 23 Mei 1920 dengan nama Perserikatan Komunis Hindia. Ia partai
komunis pertama di Asia. Kongres II Juni 1924 memutuskan mengubah nama menjadi
Partai Komunis Indonesia, sehingga menjadi partai pertama yang menggunakan nama
“Indonesia”.
Ketika
PKI lahir, dunia tengah diselimuti imperialisme. Namun sudah ada pula kelas
buruh dan terbentuk serikat-serikat buruh. Begitu pula sudah terjadi Revolusi
Sosialis di Rusia pada Oktober 1971. “PKI adalah anak zaman yang lahir pada
waktunya.”
Kanak-kanak sampai Dewasa
Buku
ini menyebut kehidupan PKI dari pembentukannya; pemberontakan PKI 1926-1927,
serta Revolusi Agustus 1945 sebagai masa kanak-kanak karena
partai belum menguasai teori Marxisme-Leninisme. Dan karena itulah revolusi
menemui kegagalan.
Sebagai
dampak kegagalan Pemberontakan PKI 1926-1927, pemerintah kolonial melakukan
“teror putih” terhadap orang-orang komunis melalui penindasan, penangkapan,
penggantungan, dan pembuangan. PKI dinyatakan sebagai partai terlarang.
Musso,
melalui kadernya, Pamudji, menghidupkan kembali PKI pada pertengahan 1938,
kendati harus bergerak di bawah tanah sehingga disebut PKI-ilegal.
Program-programnya disalurkan melalui partai kiri legal, Gerakan Rakyat
Indonesia (Gerindo), yang dipimpin Amir Sjarifuddin. Perlawanan terhadap bahaya
fasis Jepang dilakukan dengan mendorong Gerindo dan partai politik lainnya
membentuk Gabungan Politik Indonesia. Kader-kader PKI sendiri membentuk Gerakan
Rakyat Anti Fasis (Geraf). Akibat gerakan ini, tidak kurang dari 300 orang
komunis ditangkap tentara Jepang.
Salah
satu kegiatan bawah tanah adalah mendengarkan radio, sehingga Aidit mengklaim
lebih dulu mendengar kekalahan Jepang pada 14 Agustus 1945. Dia segera mencari
Wikana dan mengumpulkan para pemuda untuk menentukan langkah-langkah
memproklamasikan kemerdekaan. Dalam rapat 15 Agustus 1945 malam, Aidit
mengusulkan agar Sukarno ditetapkan sebagai presiden Indonesia pertama.
Pada
masa revolusi, kaum komunis terpecah: PKI-ilegal, Partai Sosialis, Partai Buruh
Indonesia (PBI), PKI Mohammad Joesoeph (kemudian dilikuidasi), dan Pesindo.
Setelah Musso tiba pada 1948 dengan gagasan “jalan baru”, dilakukanlah fusi
tiga partai bermazhab Marxsisme-Leninisme: PKI-ilegal, PBI, dan Partai
Sosialis. “Dari sini PKI mulai dewasa.”
Hal ini karena partai mulai memadukan teori Marxisme-Leninisme dengan praktik
kongkret revolusi Indonesia.
Namun
kembali mereka harus menghadapi “teror putih”. Kali ini dilancarkan
pemerintahan Muhammad Hatta, yang berujung pada Peristiwa Madiun 1948. PKI
tiarap dan baru muncul lagi awal 1951 di tangan anak-anak muda PKI seperti
Aidit, Njoto dan Lukman.
“Dalam
tahun 1951, tahun kelahiran kembali PKI, PKI menjadi dewasa dan
dalam Kongres Nasional V 1954 menjadi dewasa sepenuhnya.”
Mati Sebelum Tua
Sejak
Aidit mengambil-alih kepemimpinan, PKI mengambil strategi “front persatuan
nasional”. Dalam rumusan Kongres V pada 1954, partai berniat membangun
persekutuan antara “kelas buruh, tani, borjuasi kecil, dan borjuasi nasional”
melawan borjuasi yang bekerjasama dengan kaum imperialis dan tuan tanah feodal.
Tujuan akhirnya ialah apa yang disebut “demokrasi rakyat” di mana di dalamnya
tersedia cukup ruang untuk “kapitalisme nasional”.
Namun
jalan sejarah berkata lain. PKI tidak sempat mewujudkan “demokrasi rakyat” atau
melahirkan zaman baru yang dicita-citakannya. Setelah dewasa,
PKI tak sempat menjadi tua; ia lebih dulu mati.
Peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang diikuti “teror putih” penguasa
mengakhir hidup PKI, mungkin, untuk selamanya.
PKI
hanya sempat merayakan ulangtahun ke-45, meski tanpa kado yang dipersiapkan
Busjarie Latif dkk. Toh PKI menerima kado lain yang sama bobotnya, yakni Tesis
45 Tahun PKI, 23 Mei 1920-23 Mei 1965 yang dikeluarkan
Politbiro CC PKI.
*disadur dari beberapa sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar