Keberhasilan penyebaran agama Islam di nusantara tidak lepas dari peran
penting sebuah dewan yang disebut ‘wali songo”. Mereka membuat pondasi pakem
metode penyebaran agama Islam. Tidak hanya itu, unsur-unsur kebudayaan
masyarakat saat ini adalah warisan mereka khususnya di pulau Jawa.
Jaman Wali Songo menandakan akhir dari dominasi agama Hindu dan
Budha di dalam kebudayaan Nusantara digantikan oleh kebudayaan Islam. Meski
banyak tokoh lainnya yang berperan dalam penyebaran agama Islam di Indonesia,
khususnya pulau Jawa, Wali Songo adalah simbolnya. Mereka juga memiliki andil
yang cukup besar untuk mendirikan sejumlah kerajaan Islam di Jawa.
Arti Wali Songo
Dalam bahasa Jawa, Wali
Songo berarti wali yang sembilan, menandakan jumlah para wali yang ada
sembilan. Namun ada pendapat lainnya yang mengatakan bahwa songo/sanga adalah
turunan dari bahasa Arab tsana yang berarti mulia.
Ada juga yang
menyebutkan bahwa Wali Songo adalah sebuah majelis dakwah kreasi dari Sunan
Gresik atau Maulana Malik Ibrahim di tahun 1404. Tak cuma berdakwah, ajaran
Wali Songo memberikan dampak untuk sejumlah budaya baru di masyarakat Jawa,
seperti kesehatan, bercocok tanam, perdagangan, kebudayaan, seni,
kemasyarakatan sampai ke pemerintahan.
Nama-nama dan Riwayat
Para Wali Songo
1.
Sunan Gresik atau Maulana
Malik Ibrahim
Sunan Gresik atau Sunan
Thandes adalah keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah
keturunan ke-22 dari Rasulullah SAW. Nasab Maulana Malik Ibrahim tercatat dalam
Ensiklopedi Nasab Ahlul Bait yang merupakan kumpulan catatan dari As-Sayyid
Bahruddin Ba’alawi Al-Husaini.
Lahir di Samarkand, Asia
Tengah, Sunan Gresik mempunyai tiga orang isteri. Sunan Gresik banyak dianggap
sebagai wali yang pertama kali menyebarkan Islam di Pulau Jawa. Selain dakwah,
beliau mengajarkan cara baru bercocok tanam untuk mengambil hati masyarakat
kebanyakan, yakni mereka yang tersisihkan pada akhir kekuasaan Majapahit.
Krisis ekonomi dan perang
saudara saat itu banyak membuat masyarakat Jawa menderita. Sunan Gresik
membangun pondokan sebagai tempat menimba ilmu agama di Leran, Gresik untuk
memenangkan hati masyarakat. Sebagai pelengkap, ia membangun masjid untuk
tempat beribadah. Masjid ini adalah masjid pertama di Pulau Jawa dan masih
berdiri hingga sekarang. Nama masjid tersebut adalah Masjid Jami’ Gresik. Sunan
Gresik wafat di tahun 1419 dan dimakamkan di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa
Timur.
2. Sunan Ampel atau Raden
Rahmat
Riwayat mengatakan bahwa
Sunan Ampel adalah anak dari Ibrahim Zainuddin Al-Akbar. Ibunya adalah seorang
putri Champa yang bernama Dewi Condro Wulan binti Raja Champa Terakhir dari
Dinasti Ming.
Meski bukan yang pertama
menyebarkan Islam di Tanah Air, Sunan Ampel dianggap sesepuh oleh para wali
lainnya. Ia memiliki pesantren di Ampel Denta, Surabaya yang menjadi pusat
penyebaran agama Islam tertua di Jawa. Setelah wafat, Sunan
Ampel dimakamkan di dekat Masjid Ampel, Surabaya.
3.
Sunan Bonang atau Makhdum
Ibrahim
Sunan Bonang adalah putra
dari Sunan Ampel. Semasa hidupnya, Sunan Bonang kerap berdakwah melalui
kesenian agar bisa menarik masyarakat Jawa untuk memeluk agama Islam. Pernah
mendengar lagu Wijil atau Tombo Ati yang
dipopulerkan oleh Opick? Kedua lagu tersebut adalah hasil karya Sunan Bonang.
Untuk menambah unsur
Islami dalam lagu-lagu yang digubahnya, Sunan Bonang memasukkan rebab dan
bonang sebagai pelengkap dari gemelan Jawa. Oleh sebab itulah ia mendapatkan
julukan Sunan Bonang. Sunan Bonang diperkirakan
wafat pada tahun 1525 dan dimakamkan di daerah Tuban, Jawa Timur.
4. sunan Drajat atau Radem
Qasim
Selain Makhdum Ibrahim
atau Sunan Bonang, Raden Qasim yang juga putra dari Sunan Ampel dikenang oleh
masyarakat di seluruh Tanah Air sebagai Sunan Drajat. Dalam misinya untuk
menyebarkan agama Islam di Indonesia, ia menggunakan kegiatan sosial sebagai
ujung tombaknya.
Ia mempelopori
penyantunan anak-anak yatim dan orang-orang sakit. Selain itu Sunan Drajat
banyak berdakwah kepada masyarakat umum. Ia sangat mengedepankan sikap
dermawan, kerja keras dan meningkatkan kemakmuran rakyat sebagai pengamalan
agama Islam.
Wafat di tahun 1522,
Sunan Drajat memiliki banyak peninggalan berarti. Di antaranya adalah Pesantren
Sunan Drajat di Desa Drajat, Paciran, Lamongan. Ia juga meninggalkan Gamelan
Singomengkok, alat musik yang sering ia mainkan. Kini gamelan tersebut disimpan
di Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan.
5.
Berbeda dibandingkan
dengan Wali Songo sebelumnya yang pada umumnya langsung menyentuh masyarakat
umum untuk menyebarkan agama Islam, Sunan Kudus memiliki andil yang besar dalam
pemerintahan Kesultanan Demak. Perannya adalah sebagai panglima perang,
penasihat untuk Sultan Demak, Mursyid Thariqah dan hakim.
Target dakwah Sunan Kudus
kebanyakan berada di kalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa. Peninggalan Sunan
Kudus yang terkenal hingga saat ini adalah Masjid Menara Kudus. Masjid ini
memiliki keunikan karena arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan
Kudus banyak dipercaya oleh masyarakat wafat pada tahun 1550.
6.
Sunan Giri atau Raden
Paku atau Ainul Yaqin
Sunan Giri adalah
keturunan langsung dari Maulana Ishaq. Selama hidupnya, ia menimba ilmu Islam
dari Sunan Ampel dan bersahabat dengan Sunan Bonang. Peran besarnya dalam
perkembangan Islam di Pulau Jawa adalah mendirikan pemerintahan mandiri di Giri
Kedaton, Gresik.
Pemerintahan inilah yang
selanjutnya memiliki peran sebagai pusat dakwah Islam untuk wilayah Jawa dan
Indonesia Timur hingga ke Maluku. Anaknya, Sunan Giri Prapen berhasil
menyebarkan Islam hingga ke Lombok dan Bima.
Raden Said atau Sunan
Kalijaga adalah anak dari adipati Tuban bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden
Sahur. Agama Islam ia pelajari dari Sunan Bonang. Dari Sunan Bonanglah ia
belajar menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai alat untuk menyebarkan agama
Islam.
Kesenian yang kerap ia
gunakan untuk berdakwah adalah wayang kulit dan tembang suluk. Banyak
masyarakat yang memercayai bahwa tembak suluk Lir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul
adalah hasil karya Sunan Kalijaga.
8.
Raden Umar Said atau
Sunan Muria adalah anak dari Sunan Kalijaga. Namanya, Muria, diperkirakan oleh
masyarakat sekitar Kota Kudus berasal dari nama gunung, yakni Gunung Muria.
Gunung Muria itulah tempat di mana kini Sunan Muria dimakamkan.
Gaya dakwah Sunan Muria
pada umumnya mengambil metode yang digunakan ayahnya, Sunan Kalijaga, yakni
menggunakan kesenian. Namun, Sunan Muria lebih senang tinggal jauh dari hiruk
pikuk kota dan tinggal di daerah terpencil untuk menyebarkan agama. Ia juga
turut mengajarkan cara bercocok tanam, jual beli dan melaut kepada rakyat
jelata.
9.
Sunan Gunung Jati atau
Syarif Hidayatullah
Syarif Hidayatullah
adalah anak dari Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah
Rarasa. Ayahnya lain lagi, nama ayah Sunan Gunung Jati adalah Sultan Syarif
Abdullah Maulana Huda, tokoh Mesir keturunan Bani Hasym dari Palestina. Sunan
Gunung Jati belajar agama dari berbagai negara. Sejak usia 14 tahun, ia sudah
belajar agama dari para ulama di Mesir.
Sunan Gunung Jati adalah
satu-satunya seorang wali yang menjadi kepala pemerintahan. Ia mendirikan
Kasultanan Cirebon atau dikenal dengan Kasultanan Pakungwati dengan restu dari
para ulama lainnya untuk menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak. Ia
memanfaatkan posisinya untuk menyebarkan agama Islam dari pesisir Cirebon
hingga ke pedalaman Pasundan.
Di usia 89 tahun, Sunan
Gunung Jati mengundurkan diri dari pemerintahan untuk fokus berdakwah. Tampuk
kekuasaan diserahkan pada Pangeran Pasarean. Ia meninggal di tahun 1568 pada
usia 120 tahun dan dimakamkan di Gunung Sembung, Gunung Jati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar