Powered By Blogger

Jumat, 25 November 2016

SANTRI

Akhirnya Presiden Jokowi menandatangani Keppres Nomor 22 Tahun 2015 tentang penetapan tanggal 22 Oktober sebagai hari SANTRI Nasional. Menurut saya ini adalah sebuah pengakuan dari Negara untuk peran para Santri yang selama ini terpinggirkan, seakan-akan hilang dari Sejarah bangsa ini, padahal peran mereka sangat besar bagi bangsa ini. Saya yakin bahwa apa yang negara ini berterima kasih atas peran para Santri.

Saya tidak ingin membicarakan "politisasi" tentang penetapan hari santri ini yang terkait dengan "kontrak politik" presiden Jokowi dengan kaum nahdiyin, tapi saya ingin mengulas sedikit tentang kaum santri yang termarginalkan oleh penguasa sejarah.

Kaum santri yang menjadi entitas umat Islam di Indonesia memiliki peran penting dalam pembentukan karakter bangsa dan negara ini. Bagaimana tidak, coba kita runut tokoh kaum santri ini menjadi transender di jamannya. Sebut saja Cut Nyak Dien, Teuku Imam Bonjol, Cik Di Tiro di Sumatera, Pangeran Diponegoro, Kyai Mojo, dan semua pendukungnya. Ketika kita membicarakan wilayah Indonesia timur, kita tahu bagaimana Pattimura di Maluku, dan Sultan Hassanuddin  di Makasar, mereka semua menjadi simbol perubahan, simbol manusia visioner yang memperjuangkan kemanusian.

Darimana mereka mendapat ajaran-ajaran revolusioner kemanusia tersebut ? apakah budaya kita yang mengajarkannya ?

Islam sebagai agama bagi seluruh manusia akhir jaman, tidak terkecuali bagi manusia nusantara adalah hal yang mutlak dan tidak bisa bantah kebenarannya. Islam masuk ke Nusantara melalui waktu dan sejarah yang panjang, menurut Kyai Agus Sunyoto Islam masuk ke pulau Jawa sejak tahun 674 masehi. Hal Itu didasarkan pada berita yang disampaikan orang-orang Cina di era Dinasti Tang yang menyebut  tentang kehadiran orang-orang Tazhi (Arab) di Kerajaan Kalinga yang dipimpin oleh Ratu Shima. Orang-orang Tazhi yang mayoritas adalah para pebisnis itu sangat kagum dengan kondisi Kalinga yang walaupun belum mengenal Islam, tapi situasinya aman sejahterera. Selama 800 tahun hal itu berlaku, namun tidak berhasil dikarenakan masyarakat tidak tertarik terhadap ajaran baru yang sama sekali berbeda dengan kebudayaan masyarakat pada waktu itu.


Kemudian muncullah para kyai "wali songo" yang merubah metode penyebaran Islam dengan menggunakan asimilasi kebudayaan persuasif terhadap masyarakat Jawa pada waktu itu. Sunan Kalijjogo adalah salah satu wali songo yang tetap mempertahankan budaya Jawa yang Islami. Kondisi inilah yang terus bertahan di Nusantara sehingga melahirkan kebudayaan pengajaran "pondok pesantren" dengan para santrinya yang unik, yang tidak bisa kita jumpai dibelahan dunia lainnya.
Image result for wali songo




Asimilasi kebudayaan lokal dan ajaran Islam melahirkan semangat kebangsaan cinta tanah air yang mendalam bagi para santri. Persaudaraan, toleransi dan menghomati keberagaman budaya manusia menjadi ajaran sakral bagi para santri yang melahirkan semangat kebangsaan. Kita menjadi tahu bahwa manusia memiliki hak untuk mengatur nasibnya sendiri dan tidak terjajah oleh bangsa lain.Kesadaran menjadi manusia sejati terbangun oleh ajaran - ajaran keseharian para santri dan hal itu terus dijaga sampai dengan saat ini yang bisa kita lihat pada kebudayaan para santri di pondok pesantren.

Harapan dan mimpi saya, dengan mendapatkan pengakuan keberadaan kaum "santri", menjadikannya sebagai ruh perubahan dan solusi dari segala permasalahan bangsa ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar