Powered By Blogger

Senin, 04 Desember 2017

Sekelumit Tentang Perang Paregreg


Dengan wilayah dan kekuasaan yang begitu luasnya dan selazimnya sifat manusia, Majapahit tidak lepas dari intrik politik perebutan kekuasaan diantara elit dan keluarga kerajaan. Salah satunya yang akan dibahas pada tulisan saya kali ini adalah “perang paregreg”, perang yang melibatkan salah satu tokoh sentralnya adalah Brhe Wirabumi (salah satu tokoh Majapahit yang saya kagumi).

Sebenarnya bibit perpecahan Majapahit sudah mulai muncul saat ditetapkannya dua istana kerajaan yang memiliki kedudukan yang sama secara politik. Dimulai pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit memiliki 2 istana yaitu istana barat di Trowulan sebagai pusat pemerintahan dan istana timur di Daha sebagai pusat kemiliteran. Kedua istana ini saling bersinergi satu sama lain. Istana barat diduduki Hayam Wuruk sebagai pemegang pemerintahan Kerajaan Majapahit dan di istana timur ada Wijayarajasa yang tak lain adalah mertua Hayam Wuruk. Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389 yang kemudian digantikan oleh keponakan sekaligus menantunya yang bernama Wikramawardhana. Sedangkan pada tahun 1398 Wijayarajasa meninggal yang kemudian digantikan oleh anak angkat sekaligus cucunya yang bernama Bhre Wirabhumi yang juga anak dari selir Hayam Wuruk sebagai raja di istana timur Majapahit.

Ketika Bhre Lasem Duhitendu Dewi sebagai penguasa Kerajaan Lasem sekaligus adik dari Hayam Wuruk meninggal,  jabatan Bhre Lasem diserahkan kepada Nagarawardhani istri dari Bhre Wirabhumi. Namun disisi lain Wikramawardhana juga mengangkat Kusumawardhani istrinya sendiri. Wikramawardhan seolah menyulut api kepada pihak Bhre Wirabhumi. Sengketa jabatan Bhre Lasem kemudian menjadi perang dingin antara Istana Barat dan Timur hingga akhirnya Nagawardhani dan Kusumawardhani meninggal pada tahun yang sama yaitu pada tahun 1400. Wikramawardhana kemudian mengangkat menantunya sebagai Bhre Lasem yaitu istri dari Bhre Tumapel.

Pengangkatan Bhre Lasem oleh Wikramawardhana menjadi penyulut perang dingin antara istana barat dan istana timur. Menurut Pararton, Bhre Wirabhumi dan Wikramawardhana pernah bertengkar pada tahun 1401 dan hingga akhirnya keduanya tidak bertegur sapa. Pada 1404 terjadi perang Paregreg yang berarti perang setahap demi setahap dalam tempo lambat. Pertempuran dimenangkan bergantian terkadang yang menang pihak istana timur terkadang pihak istana barat.

Hingga akhirnya pada 1406, pihak istana barat menyerang istana timur yang dipimpin oleh Bhre Tumapel putra dari Wikramawardhana. Pada saat itu ada utusan dari Cina yang berada di istana timur. Pihak istana timur mengalami kekalahan dan 170 utusan Cina menjadi korban atas perang saudara ini. Bhre Wirabhumi melarikan diri menggunakan perahu pada malam hari dan berhasil dikejar oleh Raden Gajah atau dikenal juga dengan nama Bhra Narapati yang menjabat sebagai Ratu Angabhaya di istana barat. Kepala Bhre Wirabhumi dipenggal oleh Raden Gajah dan kepalanya diberikan kepada Wikramawardhana. Bhre Wirabhumi kemudian dicandikan di Lung bernama Girisa Pura.

Perang Paregreg ini kemudian diwayangkan dengan judul legenda Damarwulan. Ketika terjadi perang Paregreg keuangan Majapahit tersedot banyak hingga pada akhirnya daerah tundukan Majapahit dengan mudah melepaskan diri.

Bersamaan dengan mulai merosotnya pamor Kerajaan Majapahit, disisi lain ulama - ulama agama Islam dari Champa mulai giat menyebarkan paham agama Islam di Jawa. Para ulama tersebut kemudian dikenal dengan nama Wali Songo yang dipimpin oleh Sunan Giri. Hingga pada akhirnya Demak Bintoro melepaskan diri dari Kerajaan Majapahit. Munculnya Kesultanan Demak ini kemudian seolah melepaskan rakyat dari perang dan perebutan kekuasaan Kerajaan Majapahit yang menyengsarakan rakyat Majapahit selama berpuluh - puluh tahun.

Setelah pihak istana timur yang dipimpin oleh Bhre Wirabhumi mengalami kekalahan, kerajaan timur dan barat bersatu. Imbas dari perang saudara ini adalah lepasnya kerajaan kerajaan Majapahit, pada tahun 1405 tercatat daerah Kalimantan Barat dikuasai kerajaan Cina, Palembang, Melayu dan Malaka melepaskan diri dan memilih berdiri sendiri dan mengembangkan bandar - bandar perdagangan, kemudian dilanjutkan lepasnya Kerajaan Brunei.

Selain itu pihak Wikramawardhana harus membayar ganti rugi atas meninggalnya 170 orang Cina yang diutus oleh Dinasti Ming untuk mengunjungi dua istana majapahit di Jawa. Cina telah mendengar adanya perpecahan dan konflik internal di kerajaan Jawa. Laksamana Cheng Ho adalah utusan duta besar dari Cina untuk mengunjungi kedua istana ini. Atas kematian kecelakaan orang Cina yang ada di istana timur tersebut, pihak istana barat kemudian dikenakan denda sebesar 60 tahil kepada Cina. Sampai tahun 1408, Majapahit hanya bisa membayar denda sebesar 10.000 tahil dan pada akhirnya Kaisar Yung Lo membebaskan denda dengan alasan kasihan. Peristiwa ini kemudian dicatat oleh Ma Huan sekrataris Cheng Ho dalam bukunya yang berjudul Ying-Ya-Sheng-Lan.

Setelah berakhirnya perang Paregreg, Wikramawardhana menikahi putri Bhre Wirabumi untuk dijadikan selir. Dari perkawinan ini kemudian lahir Suhita yang kemudian naik tahta pada 1427 sebagai pengganti Wikramawardhana. Pada pemerintahan Suhita inilah, pembalasan dendam kematian kakeknya Bhre Wirabhumi dilakukan dengan menghukum mati Raden Gajah pada tahun 1433.

Banyak sejarawan berpendapat bahwa perang paregreg sebagai salah satu penyebab runtuhnya kekuasaan politik Majapahit. Karena setelahnya, para raja Majapahit tidak bisa kembali menghadirkan masa keemasan kerajaan tersebut, seperti yang diberikan oleh sang Maharaja Hayam Wuruk. Perang ini juga yang menjadikan wilayah Majapahit di tapal kuda (Blambangan) menjadi musuh utama pusat pemerintahan yang berada di Trowulan. Tragis memang, namun itulah kehidupan dan perjalanan manusia.

* diambil dari beberapa sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar