Powered By Blogger

Selasa, 02 Januari 2018

Resensi Buku : (Novel) Siapa Pengkhianat Diponegoro ?


Penulis                   : E.R Asura
Penyunting            : Pustaka Iman
Genre                     : Fiksi Sejarah
Penerbit                 : Moka Media
Halaman                : 428 Halaman
ISBN                        : 9786027926059

Sebenarnya buku ini sudah lama saya beli dan sudah habis terbaca, namun baru kali ini saya coba me-resensinya. Ketertarikan saya terhadap novel yang satu ini karena ketertarikan saya akan sejarah. Apalagi novel ini menceritakan dalah satu tokoh idola saya, Pangeran Diponegoro.

Konflik perebutan khas tahta keraton nusantara tersaji gamblang di novel ini. Walaupun fiksi, namun latar belakang sejarahnya adalah kenyataan yang ada. Sang dictator Sultan Rama (Sultan Hamengkubuwono ke II) ditampilkan sebagai seorang yang berpendirian kuat dan tegas menjunjung tradisi keraton. Sedangkan karakter Sultan Hamengkubuwono ke III ditampilkan sebagai seorang yang ragu-ragu dan sedikit mendukung politik kerajaan Belanda.

Anak Hamengkubuwono III dari selir, Pangeran Diponegoro sebagai tokoh utama dalam novel ini sangat kuat karakternya. Pemikirannya memiliki visi jauh kedepan walaupun masih berusia muda dan penulis seakan-akan mengambil sebagian sifat dari Sultan Rama pada diri Pangeran DIponegoro.

Persinggungan dengan Kanjeng Ratu Ageng, para ulama dan rakyat biasa, menorehkan pengalaman batin yang lengkap bagi  Raden Ontowiryo kelak dikenal sebagai Pangeran Diponegoro. Kanjeng Ratu Ageng menjadi patron spiritualisme bagi Raden Ontowiryo dengan tokoh Arjunanya. Para ulama memberi wawasan keislaman yang diharmonisasi dengan mistik Jawa dengan Nabi Muhammad Saw. sebagai jalan tempuhnya. Dan rakyat biasa telah menularkan kehalusan pekerti. Saat ketiganya berkelindan, justru ia sering kali gamang melihat kenyataan penderitaan rakyat kian memuncak, kekisruhan keraton yang semakin memudarkan karismanya, dan bau amis darah yang semakin terasa dekat, sehingga tak memiliki ruang untuk mencari pembenaran di hadapan Gusti Allah. Rentang 1800-1812 menjadi masa kalabendu sekaligus akan mewujudnya ramalan Parang Kusumo dan Kanjeng Sunan Kalijogo di bumi Mataram. 

Buku ini memang menceritakan sepak terjang Pangeran Diponegoro dalam “memulai” perang Jawa. Perang yang membuat bangkrut VOC serta Kerajaan Belanda. Sejak masih di pesantren, Pangeran Diponegoro sudah menebar benih persatuan rakyatnya. Dibumbui oleh kisah percintaan sorang prajurit wanita, kemudian bagaimana seorang saudagar tiongkok menjadi kepercayaan Belanda di keraton sampai lemahnya sang Sultan Hamengkubuwono IV dalam adu politik dengan Belanda mewarnai alur cerita di novel ini.

Namun ada yang membuat saya kurang nyaman selama membaca novel ini, terkadang alur cerita yang disajikan kurang “nyambung” secara keseluruhan. Mungkin sang penulis bermaksud untuk memberikan suguhan misteri kepada membaca, tapi menurut saya kurang pas. Ditambah Bahasa yang disajikan kurang enak dibaca. Dibandingkan dengan novel dari LKH, kualitas tuliasan novel ini masih jauh dari kata sempurna.

Secara keseluruhan novel ini wajib dikoleksi para penyuka sejarah. Ada gambaran lain dimana sang legenda Diponegoro memperjuangkan kebenaran. Dari novel ini “mungkin” pembaca bisa menemukan realita sejarah yang belum diketahui. Suatu prestasi sendiri bagi sang penulis yang bisa menyatukan kenyataan sejarah dengan roman fiksi sehingga batas kenyataan dan fiki itu sendiri tak berbatas.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar